Ujian Sekolah dalam Kurikulum Merdeka: Transformasi Penilaian Menuju Pembelajaran Berpusat pada Murid
Pendahuluan: Paradigma Baru dalam Penilaian Pendidikan
Ujian sekolah, sebuah frasa yang seringkali memicu beragam emosi—dari kecemasan, tekanan, hingga harapan akan pengakuan atas kerja keras. Selama puluhan tahun, sistem pendidikan di Indonesia sangat lekat dengan budaya ujian yang terstandarisasi, terutama melalui Ujian Nasional (UN) yang sempat menjadi penentu kelulusan dan tolok ukur kualitas pendidikan. Namun, dengan hadirnya Kurikulum Merdeka, lanskap penilaian pendidikan di Indonesia mengalami transformasi fundamental. Bukan sekadar perubahan nomenklatur, melainkan sebuah pergeseran filosofis yang mendalam: dari penilaian yang berorientasi pada hasil semata menjadi penilaian yang berpusat pada proses pembelajaran, pertumbuhan, dan pengembangan potensi unik setiap murid.
Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana ujian sekolah—dan secara lebih luas, sistem penilaian—dikonseptualisasikan dalam Kurikulum Merdeka. Kita akan menyelami filosofi di baliknya, bentuk-bentuk penilaian yang diterapkan, peran berbagai pihak, hingga tantangan dan harapan di masa depan.

Filosofi dan Prinsip Dasar Penilaian dalam Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka lahir dari semangat untuk menciptakan pendidikan yang lebih relevan, mendalam, dan menyenangkan bagi murid. Inti dari kurikulum ini adalah "merdeka belajar," yang berarti memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai konteks lokal dan kebutuhan murid, serta membebaskan murid dari tekanan berlebihan. Dalam konteks penilaian, filosofi ini termanifestasi dalam beberapa prinsip kunci:
- Berpusat pada Murid (Student-Centered): Penilaian dirancang untuk memberikan umpan balik konstruktif bagi murid agar mereka memahami kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan, bukan semata-mata untuk mengukur peringkat atau membandingkan. Murid didorong untuk menjadi subjek aktif dalam proses penilaian, termasuk melalui penilaian diri (self-assessment) dan penilaian antar-teman (peer-assessment).
- Holistik dan Komprehensif: Penilaian tidak hanya berfokus pada aspek kognitif (pengetahuan) tetapi juga afektif (sikap dan karakter) serta psikomotorik (keterampilan). Ini sejalan dengan visi Profil Pelajar Pancasila yang menekankan pengembangan enam dimensi: Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia; Mandiri; Bergotong Royong; Berkebinekaan Global; Bernalar Kritis; dan Kreatif.
- Otentik dan Kontekstual: Penilaian sebisa mungkin mencerminkan situasi dunia nyata dan relevan dengan kehidupan murid. Ini berarti beralih dari tes pilihan ganda semata ke tugas-tugas yang melibatkan aplikasi pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang bermakna, seperti proyek, presentasi, atau portofolio.
- Sebagai Bagian dari Pembelajaran (Assessment as Learning & Assessment for Learning): Penilaian bukan lagi hanya "di akhir" pembelajaran (assessment of learning) melainkan terintegrasi sepanjang proses pembelajaran. Penilaian formatif (untuk pembelajaran) dan penilaian diagnostik (awal pembelajaran) menjadi sangat penting untuk memandu guru dalam merancang pengajaran dan membantu murid belajar lebih efektif.
- Fleksibel dan Beragam: Tidak ada satu bentuk penilaian tunggal yang diwajibkan. Guru diberikan keleluasaan untuk memilih dan mengembangkan metode penilaian yang paling sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik mata pelajaran, dan kebutuhan murid.
Transformasi Bentuk dan Tujuan Ujian Sekolah
Salah satu perubahan paling signifikan dalam Kurikulum Merdeka adalah penghapusan Ujian Nasional (UN). Ujian sekolah di era Kurikulum Merdeka tidak lagi menjadi momok penentu kelulusan tunggal. Kelulusan ditentukan oleh satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh sekolah, yang mencakup penyelesaian seluruh program pembelajaran, perolehan nilai sikap/perilaku minimal baik, dan mengikuti ujian sekolah yang diselenggarakan oleh sekolah.
Dalam Kurikulum Merdeka, istilah "ujian sekolah" cenderung merujuk pada penilaian sumatif yang diselenggarakan oleh sekolah di akhir periode pembelajaran (misalnya akhir semester atau akhir jenjang). Namun, bentuknya sangat bervariasi dan tidak lagi didominasi oleh tes tertulis pilihan ganda. Tujuan utamanya adalah untuk mengukur capaian pembelajaran murid secara menyeluruh, memberikan umpan balik bagi sekolah untuk perbaikan program, dan sebagai salah satu pertimbangan kelulusan.
Ragam Bentuk Penilaian dalam Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka mendorong penggunaan beragam teknik dan instrumen penilaian untuk mendapatkan gambaran utuh tentang kompetensi murid. Berikut adalah beberapa bentuk penilaian yang umum diterapkan:
-
Penilaian Formatif: Ini adalah jantung dari penilaian di Kurikulum Merdeka. Dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan tujuan memberikan umpan balik kepada murid dan guru.
- Observasi: Guru mengamati aktivitas murid dalam diskusi, kerja kelompok, presentasi, atau praktikum untuk menilai sikap, keterampilan, dan pemahaman.
- Kuis Singkat/Tugas Harian: Digunakan untuk memeriksa pemahaman konsep secara cepat dan memberikan umpan balik instan.
- Diskusi Kelas: Guru menilai partisipasi, kemampuan berargumen, dan pemahaman murid melalui interaksi di kelas.
- Refleksi Jurnal/Catatan: Murid diminta menuliskan pemahaman mereka, kesulitan yang dihadapi, atau rencana tindak lanjut.
- Penilaian Diri (Self-Assessment) dan Penilaian Antar-Teman (Peer-Assessment): Melatih murid untuk berpikir kritis tentang pembelajaran mereka sendiri dan teman sebaya, serta memberikan umpan balik yang konstruktif.
-
Penilaian Sumatif: Dilakukan di akhir lingkup materi, akhir semester, atau akhir fase (jenjang) untuk mengukur capaian pembelajaran murid.
- Proyek (Project-Based Assessment): Murid menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk menghasilkan suatu produk atau solusi nyata. Contoh: membuat maket kota, merancang kampanye sosial, menulis naskah drama, atau melakukan penelitian sederhana. Penilaian mencakup proses perencanaan, pelaksanaan, hingga presentasi hasil.
- Portofolio: Kumpulan karya murid yang menunjukkan perkembangan belajar mereka dari waktu ke waktu. Bisa berupa tulisan, gambar, video, catatan refleksi, atau hasil proyek. Portofolio memberikan gambaran komprehensif tentang capaian dan pertumbuhan murid.
- Presentasi/Demonstrasi: Murid mempresentasikan hasil kerja mereka atau mendemonstrasikan suatu keterampilan. Menilai kemampuan komunikasi, pemahaman konsep, dan kepercayaan diri.
- Tes Tertulis/Lisan: Meskipun tidak lagi dominan, tes tertulis (esai, uraian, atau soal berbasis kasus) dan tes lisan tetap digunakan untuk mengukur pemahaman konsep dan kemampuan analitis. Namun, soal-soal cenderung lebih menguji penalaran dan aplikasi, bukan sekadar hafalan.
- Ujian Sekolah (Akhir Jenjang/Semester): Diselenggarakan oleh sekolah dengan bentuk yang bervariasi. Bisa berupa tes tertulis, proyek akhir, presentasi, atau gabungan dari berbagai bentuk penilaian yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan profil lulusan yang diharapkan.
-
Penilaian Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5): Ini adalah elemen unik dalam Kurikulum Merdeka. P5 adalah kegiatan kokurikuler berbasis proyek yang dirancang untuk menguatkan enam dimensi Profil Pelajar Pancasila. Penilaian P5 bersifat formatif dan sumatif, berfokus pada perkembangan karakter dan keterampilan transversal murid sepanjang proyek. Hasilnya dilaporkan dalam rapor terpisah dan bersifat deskriptif, tidak berupa angka.
Peran Guru, Murid, dan Orang Tua dalam Penilaian Kurikulum Merdeka
Transformasi penilaian ini menuntut perubahan peran dari semua pihak:
-
Peran Guru: Guru bertransformasi dari sekadar "penguji" menjadi "fasilitator pembelajaran" dan "desainer penilaian." Guru harus mampu:
- Merancang asesmen yang relevan, otentik, dan beragam.
- Mengamati perkembangan murid secara cermat.
- Memberikan umpan balik yang tepat waktu, spesifik, dan konstruktif.
- Menganalisis data hasil penilaian untuk merancang intervensi pembelajaran yang sesuai.
- Berkomunikasi efektif dengan murid dan orang tua mengenai capaian dan area pengembangan.
-
Peran Murid: Murid didorong untuk menjadi pembelajar yang aktif dan reflektif. Mereka diharapkan:
- Memahami tujuan pembelajaran dan kriteria keberhasilan.
- Terlibat aktif dalam proses penilaian diri dan penilaian antar-teman.
- Menggunakan umpan balik dari guru dan teman untuk memperbaiki pembelajaran mereka.
- Bertanggung jawab atas proses dan hasil belajar mereka.
-
Peran Orang Tua: Orang tua menjadi mitra penting dalam proses pendidikan. Mereka diharapkan:
- Memahami filosofi dan bentuk penilaian dalam Kurikulum Merdeka.
- Mendukung proses belajar anak di rumah, bukan hanya fokus pada nilai angka.
- Berkomunikasi secara terbuka dengan guru mengenai perkembangan anak.
- Mendorong anak untuk berani mencoba, bereksplorasi, dan tidak takut membuat kesalahan.
Tantangan Implementasi Penilaian Kurikulum Merdeka
Meskipun membawa banyak optimisme, implementasi penilaian dalam Kurikulum Merdeka juga menghadapi sejumlah tantangan:
- Kesiapan Guru: Tidak semua guru memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk merancang dan melaksanakan berbagai bentuk penilaian otentik, serta memberikan umpan balik yang efektif. Pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan sangat krusial.
- Perubahan Pola Pikir: Masyarakat, termasuk orang tua, masih terbiasa dengan sistem penilaian yang terpusat pada nilai angka dan peringkat. Mengubah pola pikir ini membutuhkan waktu dan sosialisasi yang masif.
- Beban Kerja Guru: Merancang dan mengimplementasikan penilaian formatif dan otentik yang beragam membutuhkan waktu dan usaha ekstra dari guru, terutama jika rasio guru-murid masih tinggi.
- Standardisasi dan Keadilan: Tanpa Ujian Nasional, muncul kekhawatiran mengenai standardisasi kualitas lulusan antarsekolah dan antarwilayah. Pemerintah perlu memastikan ada kerangka acuan yang jelas untuk menjaga mutu, tanpa mengekang inovasi sekolah.
- Infrastruktur dan Sumber Daya: Beberapa bentuk penilaian, seperti proyek berbasis teknologi atau portofolio digital, mungkin memerlukan fasilitas dan sumber daya yang belum merata di semua sekolah.
- Komunikasi Hasil Penilaian: Mengkomunikasikan hasil penilaian yang deskriptif dan naratif kepada orang tua yang terbiasa dengan angka adalah tantangan tersendiri.
Harapan dan Prospek Masa Depan
Terlepas dari tantangan, visi penilaian dalam Kurikulum Merdeka menawarkan harapan besar bagi masa depan pendidikan Indonesia. Dengan fokus pada proses, umpan balik, dan pengembangan potensi holistik, sistem ini berpotensi menciptakan generasi pembelajar yang lebih mandiri, kritis, kreatif, dan berkarakter mulia.
Ujian sekolah di era Kurikulum Merdeka bukan lagi alat untuk menyeleksi atau menghakimi, melainkan cermin refleksi untuk perbaikan berkelanjutan. Ini adalah undangan bagi setiap sekolah, guru, murid, dan orang tua untuk bersama-sama menciptakan ekosistem pembelajaran yang suportif, di mana penilaian menjadi bagian integral dari perjalanan belajar yang bermakna, bukan sekadar titik akhir yang menakutkan. Keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada komitmen kolektif untuk terus belajar, beradaptasi, dan berinovasi demi terwujudnya Profil Pelajar Pancasila yang dicita-citakan.


Tinggalkan Balasan